RESUME PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
YOGHURT
Oleh
Nama : Ernalia Rosita
NRP :
133020175
LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016
TUJUAN PERCOBAAN
Untuk diversifikasi
produk olahan pangan (susu), meningkatkan nilai ekonomis, dan untuk mengetahui
cara pembuatan yoghurt.
PRINSIP PERCOBAAN
Berdasarkan penambahan
bakteri asam laktat Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus, untuk memproduksi asam laktat sehingga dapat menggumpalkan
kasein dimana protein dari susu akan rusak atau terdenaturasi oleh asam laktat.
DIAGRAM ALIR
Gambar
1. Diagram Alir Pembuatan Yoghurt
HASIL PENGAMATAN
Tabel
1. Hasil Pengamatan Pembuatan Yoghurt
Keterangan
|
Hasil Pengamatan
|
Basis
|
233,44 gram
|
Bahan
Utama
|
Susu
Murni (222 gram)
Starter
(7 gram)
|
Bahan
Tambahan
|
Skim (4,4 gram)
|
Berat
Produk
|
231
gram
|
%
Produk
|
98,95
%
|
Organoleptik
1.
Warna
2.
Rasa
3.
Aroma
4.
Tekstur
5.
Kenampakan
|
Putih
Tulang
Asam
Khas
Yoghurt
Sedikit
Kental
Menarik
|
Gambar
Produk
|
(Sumber:
Ernalia Rosita, Meja 3, Kelompok G, 2016)
PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil pengamatan didapatkan hasil berat produk sebesar 231 gram dengan % produk
sebesar 98,95%. Berdasarkan pengamatan sifat organoleptiknya diketahui bahwa
yoghurt memiliki warna putih tulang, rasa asam, aroma khas yoghurt, tekstur
sedikit kental, dan kenampakan menarik.
Fungsi
bahan yang digunakan dalam pembuatan yoghurt diantaranya adalah susu segar
sebagai bahan utama pembuatan yoghurt dan sebagai sumber laktosa yang akan
dirubah menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat. Susu skim berfungsi untuk
mempertinggi kandungan bahan kering tanpa lemak agar tekstur dan konsistensi
yoghurt meningkat dan untuk menambah nilai gizi dari yoghurt. Stater berupa
bakteri asam laktat berfungsi untuk merubah laktosa pada susu menjadi asam
laktat.
Fungsi
perlakuan dalam pembuatan yoghurt diantaranya adalah pasteurisasi untuk
membunuh mikroorganisme patogen dan perusak yang ada pada susu, menguurangi
populasi bakteri dalam susu, mempertinggi dan memperpanjang umur simpan, dan
untuk menginaktifasi enzim-enzim yang dapat mempercepat kerusakan susu seperti
fosfatase dan katalase. Pengukuran volume awal bertujuan untuk mengukur volume
awal dari susu yang akan difermentasi. pendinginan hingga suhu 45˚C selama 30
menit yang bertujuan untuk memberikan kondisi yang optimum bagi pertumbuhan
bakteri starter. Selanjutnya proses inokulasi dengan ditambahkannya Lactobacillus bulgaricus dan Steptococcus thermophillus yang
bertujuan untuk membentuk asam yang lebih cepat, jumlah asam laktat yang
diproduksi lebih banyak, konsistensi koagulum, dan intensitas cita rasa
(flavor) lebih baik. Kemudian dilakukan fermentasi dengan suhu 40-45˚C selama 8
jam untuk menfermentasi bahan sehingga didapatkan susu yang mengandung asam
laktat hasil fermentasi laktosa oleh bakteri asam laktat. Kemudian dilakukan
pengukuran volume akhir untuk mengetahui hasil akhir dari produk tersebut
sehingga didapatkan % produknya.
Yoghurt
adalah minuman sehat yang terbuat dari
fermentasi susu sapi. Istilah yoghurt berasal dari bahasa Turki, yang berarti
susu asam. Yoghurt diartikan sebagai bahan makanan yang berasal dari susu sapi dengan bentuk menyerupai bubur
atau es krim yang rasanya asam (Shurtleff dan Aoyagi, 2007).
Yoghurt
dibuat melalui proses fermentasi menggunakan campuran bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus
thermophillus, yang dapat menguraikan gula susu (laktosa) menjadi asam
laktat. Adanya asam laktat inilah yang menyebabkan yoghurt berasa asam. Aroma
yang spesifik dari yoghurt terdiri dari komponen komponen karbonil dengan
diacetil dan acetaldehid yang dominan (Belitz dan Grosch, 1987). Proses
fermentasi menyebabkan kadar laktosa dalam yoghurt berkurang, sehingga yoghurt aman dikonsumsi
oleh orang yang lanjut usia atau yang alergi terhadap susu.
Lactobacillus
bulgaricus merupakan bakteri asam laktat yang
sering digunakan sebagai starter pada pembuatan yoghurt. Lactobacillus
bulgaricus termasuk golongan gram positif, berbentuk batang, berukuran 0,5-0,8
x 2-9 μm, bakteri fakultatif anaerob, dan tidak berspora (Holt et al., 1994).
Bakteri Lactobacillus bulgaricus tergolong bakteri mesofilik dengan kisaran
suhu optimum 35-45⁰C,
pH 4-5,5, tidak tumbuh pada pH di atas 6. Bakteri ini tergolong homofermentatif
karena hanya mampu menghasilkan asam laktat pada produk utama dari fermentasi
glukosa. Fermentasi gula pentose oleh Lactobacillus bulgaricusus akan menghasilkan asam laktat dan asam asetat.
Kelompok bakteri Lactobacillus bulgaricus memiliki enzim adolase, heksosa
isomerase, dan sedikit fosfoketolase, sehingga jalur metabolisme yang dipakai
oleh kelompok bakteri ini yaitu jalur Embden Meyerhoff Parnas (EMP) yang
menghasilkan dua molekul asam piruvat. Asam piruvat yang terbentuk dari jalur
EMP bertindak sebagai penerima hydrogen sehingga reduksi asam piruvat oleh NADH
menghasilkan dua asam laktat (Fardiaz, 1992), dengan persamaan reaksi sebagai
berikut :

Asam piruvat Asam laktat
Asam
laktat ini akan meningkatkan keasaman air susu hingga mencapai titik
isoelektrik protein. Pada titik inilah terjadi perubahan kelarutan (solubility)
protein menjadi tidak larut (insolubility) melalui tahap proteolitik pada air
susu sapi. Keuntungan lain Lactobacillus
bulgaricus menghasilkan enzim yang mengubah glukosa atau laktosa selain membentuk asam laktat, disamping itu
aktivitas enzim proteolitiknya lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri asam
laktat lainnya, sehingga produk yang dihasilkan dari fermentasi oleh bakteri ini
memiliki cita rasa dan nilai gizi yang tinggi (Soeharsono, 2010).
Streptococcus
thermophillus
adalah bakteri asam laktat dan sebagai starter untuk pembuatan yoghurt,
berbentuk bulat dan membentuk rantai. Bakteri ini tergolong homofermentatif
yaitu bakteri yang dalam proses fermentasinya menghasilkan lebih dari 85% asam
laktat, sedangkan suhu optimum pertumbuhannya 37-42 ⁰C, dengan pH
optimum 6,5, tidak tumbuh pada 10 ⁰C
tidak tahan pada konsentrasi garam (Helferich dan Westhoff, 1980). Pembentukan asam laktat dari laktosa
digunakan sebagai sumber energi dan karbon selama pertumbuhan bakteri dalam
proses fermentasi sehingga pH akan turun. Turunnya pH sangat berpengaruh
terhadap kasein sebagai bagian protein yang terbanyak dalam air susu, yang
menyebabkan kasein ini tidak stabil dan terkoagulasi (Helferich dan Westhoff,
1980).
Jenis-jenis
yoghurt antara lain:
1.
Yoghurt pasteurisasi, yaitu yoghurt yang
setelah masa inkubasi selesai dipasteurisasi untuk mematikan bakteri dan
memperpanjang umur simpannya.
2.
Yoghurt beku, yaitu yoghurt yang
disimpan pada suhu beku
3.
Plain yoghurt, yaitu yoghurt polos yang
tidak ditambahkan gula.
4.
Dietetic yoghurt, yaitu yoghurt rendah
kalori, rendah laktosa, atau yang ditambah vitamin dan protein
5.
Yoghurt konsentrat, yaitu yoghurt dengan
total padatan sekitar 24%
(Achyadi, 2016).
Sedangkan
berdasarkan komposisinya, yoghurt dibedakan menjadi yoghurt berkadar lemak
penuh dengan kandungan lemak di atas 3,0 %, yoghurt berkadar lemak medium
dengan kadar lemak 0,5 - 3,0 &, dan yoghurt berkadar lemak rendah dengan
kadar lemak di bawah 0,5 % (Anonim, 2013).
Berdasarkan
metode pembuatannya, jenis yoghurt dibagi menjadi dua, yakni set yogurt dan
stirred yogurt. Bila fermentasi atau inkubasi susu dilakukan dalam keasaman
kecil sehingga gumpalan susu yang terbentuk tetap utuh dan tidak berubah
sewaktu akan didinginkan atau sampai siap konsumsi, maka produk tersebut
disebut set yogurt. Sedangkan stirred yogurt fermentasinya dalam wadah yang
benar setelah fermentasi selesai, produk dikemas dalam kemasan kecil, sehingga
gumpalan susu dapat berubah atau pecah sebelum pengemasan atau pendinginan
selesai (Anonim, 2013).
Berdasarkan
cita rasanya yoghurt dibedakan menjadi yoghurt alami atau sederhana, dan
yoghurt buah. Yoghurt alami adalah yoghurt yang tidak ditambah cita rasa
(flavor) yang lain sehingga rasanya tajam. Sedangkan yoghurt buah adalah
yoghurt yang ditambahkan komponen cita rasa yang lain seperti buahbuahan, sari
buah, flavor sintetik dan zat warna. Jenis-jenis yoghurt yang telah
dimodifikasi atau diolah lebih lanjut diantaranya adalah: yoghurt pasteurisasi untuk
memperpanjang masa simpannya, yoghurt beku yang dibekukan dan disimpan pada
suhu beku, biasanya pada suhu -88,2 celcius. Yoghurt konsentrat adalah yoghurt
yang dipekatkan hingga kandungan bahan keringnya 24%. Sedangkan yoghurt kering
(powder) adalah yoghurt pekat yang dikeringkan sampai kandungan bahan keringnya
mencapai 90 - 94% (Anonim, 2013).
Suhu
optimum harus berada sekitar 42–45°C, yaitu 1–2°C lebih tinggi dari suhu
fermentasi. Yoghurt akan terbentuk pada inkubasi suhu antara 45-500C karena merupakan
suhu optimum pertumbuhan bakteri yoghurt.
Suhu pendinginan sebelum penambahan starter juga berpengaruh, suhu optimal adalah 450C, agar starter yang ditambahkan tidak mati akibat suhu tinggi. Sedangkan pH optimum bakteri untuk pembuatan yoghurt yaitu sekitar pH 4-4,6. Jika pH terlalu rendah maka akan menghambat pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus yaitu pada pH 3,5-3,8 (Freida, 2015).
Suhu pendinginan sebelum penambahan starter juga berpengaruh, suhu optimal adalah 450C, agar starter yang ditambahkan tidak mati akibat suhu tinggi. Sedangkan pH optimum bakteri untuk pembuatan yoghurt yaitu sekitar pH 4-4,6. Jika pH terlalu rendah maka akan menghambat pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus yaitu pada pH 3,5-3,8 (Freida, 2015).
Kegagalan
pembuatan yogurt merupakan peristiwa yang umum terjadi. Sebab-sebab kegagalan
dan cara mengatasinya dapat dilihat pada Tabel 3.4. Apabila masih mengalami
kegagalan, maka perlu diperhatikan penggantian bahan yang dicurigai membuat
gagal (baik dari susu atau bibitnya) dengan yang baru dari tempat atau sumber
lain. Patut pula diperhatikan kebersihan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegagalan
pembuatan yoghurt antara lain:
1. Sanitasi/kebersihan
Kebersihan alat-alat dan perangkat
yang digunakan dalam pembuatan harus benar-benar steril. usahakan untuk
menyucihamakan alat-alat dengan menggodoknya dalam air mendidih atau minimal
membersihkannya dengan air mendidih.
2. Lingkungan
Usahakan pembuatan yoghurt dalam
lingkungan yang sehat dan bersih sehingga diharapkan tidak ada bakteri lain
yang masuk, dan tidak ditempat yang berangin.
3. Penyimpanan
Simpan yoghurt dalam lemari
pendingin dengan suhu sekitar 4-7 derajat celcius, dengan suhu ini
bakteri-bakteri yoghurt tidur/tetap bisa hidup sehingga akan memberi manfaat
yang maksimal apabila dikonsumsi. penyimpanan pada suhu dibawah
4 derajat celciusdapat menyebabkan protein susu terpisah dari
yoghurtnya sehingga terlihat seperti ada air diatas
yoghurt, penanggulangannya, diamkan pada suhu ruang kemudian kocok
jika perlu tambahkan penstabil
4. Bahan
dasar susu yang kurang baik (yang menggunakan susu murni sebagai bahan dasar)
Susu
terlebih dahulu di panaskan sampai suhu 90°C untuk amannya sehingga diharapkan
tidak ada lagi bakteri-bakteri lain yang ada dalam susu yang nantinya akan
mengganggu bakteri yoghurt.
5. Kualitas
Bibit
Bibit yoghurt
akan mempengaruhi hasil akhir dari yoghurt yang dibuat, penggunaan bibit
yoghurt kualitas rendah maka yoghurt yang dihasilkan akan kurang baik (rasa
yang sangat asam).
6. Proses
Produksi
7. Waktu dan
Suhu Inkubasi
Waktu yang
digunakan untuk pemasakan yoghurt adalah 6-8 jam. Waktu yang
terlalu lama akan membuat yoghurt terasa sanat asam dan waktu yang terlalu
singkat akan membuat yoghurt tidak berasa asam. Suhu
optimum harus berada sekitar 42–45°C, yaitu 1–2°C lebih tinggi dari suhu
fermentasi (Yudi, 2013).
Yoghurt yang baik memiliki ciri-ciri yaitu berwarna
kekuningan dan berbau asam. Apabila ciri diatas tida terpenuhi tidak dapat
dikatakan yoghurt yang berkualitas baik (Monita, 2015).
Sedangkan
dilihat dari uji organoleptik yang meliputi uji aroma/bau yoghurt, rasa yoghurt
dan tekstur yoghurt dalam SNI 01-2981-1992 juga disebutkan bahwa kriteria
yoghurt dengan kualitas yang baik yaitu memiliki aroma normal/khas yoghurt,
rasa khas/asam yoghurt dan tekstur cairan kental/semi padat (Taufik, 2009).
Berdasarkan
hasil uji organoleptik yang dilakukan di laboratorium maka yoghurt yang dibuat
di laboratorium memenuhi syarat mutu SNI karena memiliki aroma normal/khas
yoghurt, rasa khas/asam, dan tekstur berupa cairan kental/semi padat.
CCP
pada proses pembuatan yoghurt adalah pada proses pemanasan dan
fermentasi.
Pada saat pemanasan, suhu pemanasan harus tetap dijaga yaitu suhu pasteurisasi
dan harus terus melakukan pengadukan untuk menghindari terjadi kerusakan susu
(susu menjadi pecah) yang dapat menyebabkan produk yoghurtmenjadi tidak baik.
Selain itu CCP pada pembuatan yoghurt pada saat proses inokulasi dan
fermentasi. Proses inokulasi harus dilakukan pada suhu 40-45oC agar
stater tumbuh dengan optimum, karena apabila inokulasi dilakukan terlalu panas
akan mengakibatkan stater tidak akan tumbuh atau mati. Selain itu pada saat
inokulasi tidak dilakukan sambil bercakap-cakap atau bergurau, untuk
menghindari masuknya kotoran maupun bakteri-bakteri yang tidak diinginkan dari
dalam mulut kedalam yoghurt, sehingga pembuatan yoghurt akan memberikan hasil yang
kurang baik. Hal lain yang harus diperhatikan dalam pembuatan yoghurt adalah
proses fermentasi dimana suhu dan waktu fermentasi harus dilakukan secara
tepat. Jika suhu yang digunakan terlalu rendah bakteriberkembangbiak lambat
atau tidak sama sekali. Sementara jika suhu terlampau tinggi bakteri bisa rusak
dan mati. Disamping itu, mikroba berbeda yang kondisi optimumnya di suhu lebih
tinggi atau rendah akan tumbuh dan berkembang biak di suhu tersebut sehingga
jumlahnya dapat menyusul bahkan menyisihkan bakteri yoghurt semula. Akibatnya,
rasa yoghurt lambat laun akan berubah dan kualitasnya menurun. Sehingga
pengontrolan suhu harus dilakukan dan juga mengencekan pH harus dilakukan agar
pH yoghurt atau keasamannya sesuai yang diinginkan.
0 komentar:
Posting Komentar