RESUME PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN IKAN
KAMABOKO
Oleh
Nama : Ernalia Rosita
NRP :
133020175
LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016
TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk diversifikasi produk olahan ikan, menambah nilai ekonomis dari
produk dan untuk mengetahui proses pembuatan kamaboko.
PRINSIP PERCOBAAN
Prinsip
dari percobaan ini yaitu berdasarkan
proses pengikatan bahan dengan pati dan terjadi proses gelatinisasi sehingga
produk bersifat kenyal.
DIAGRAM
ALIR
HASIL PENGAMATAN
Tabel
1. Hasil Pengamatan Pembuatan Kamaboko
(Sumber: Ernalia Rosita, Meja 3, Kelompok G, 2016)
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan kamaboko
dapat diketahui bahwa kamaboko tersebut memiliki berat produk 187 gram, %
produk sebesar 93,5 %. Kamaboko yang dihasilkan memiliki kuning kecoklatan,
rasanya gurih, aromanya khas cumi, teksturnya lembut serta kenampakan yang
menarik.
Fungsi bahan dalam pembuatan
kamaboko diantaranya ikan cumi yang yang digunakan merupakan bahan baku utama
dalam pembuatan kamaboko. Ikan cumi dipilih karena mempunyai elastisitas yang tinggi
dibandingkan dengan ikan jenis laut lainnya. Penggunaan pati dalam hal ini
tapioka akan membuat teksturnya menjadi kenyal akibat adanya proses
gelatinisasi terhadap produk kamaboko. Penambahan tapioka berfungsi sebagai
bahan pengikat dan bahan pengisi. Penambahan bahan ini bertujuan untuk
memberikan elastisitas dari produk akhir, di samping itu berfungsi untuk
mengikat air, memberikan warna dan membentuk tekstur yang padat. Pati bersifat
sukar larut dalam air dingin, karena jaringan molekulnya terikat dengan
hidrogen yang banyak, tetapi apabila dipanaskan terjadi peningkatan kekentalan
dan terbentuklah pasta pati. Apabila konsentrasi pati dalam suspensi pati
ditingkatkan dan kemudian dipanaskan maka akan terbentuk gel pati. Proses
pembentukan gel dari suspensi pati ini disebut dengan gelatinisasi pati.
Molekul pati terutama berperan dalam proses pembentukan gel adalah amilosa.
Rantai tak bercabang dari amilosa memudahkan molekul amilosa untuk membentuk
jaringan tiga dimensi molekul ikatan hidrogen yang terbentuk (Anjarsari, 2010).
Bahan-bahan lain seperti
bawang putih, bawang merah, gula, garam dan merica merupakan bahan tambahan
yang akan menghasilkan cita rasa pada produk kamaboko.
Garam dapur yang ditambahkan
adalah 2 - 3,5% dari berat daging ikan. Penggunaan garam yang terlalu banyak
akan menimbulkan rasa asin yang berlebihan dan dapat menyebabkan terjadinya
denaturasi protein. Penggunaan garam yang terlalu sedikit juga akan menyebabkan
tekstur kamaboko yang dihasilkan kurang baik akibat tekstur protein aktomiosin
yang kurang sempurna (Anjarsari, 2010).
Penambahan margarine pada
pengolahan dimaksudkan sebagai bahan yang membantu meningkatkan nilai gizi pada
produk. Selain itu, ditambahkan juga putih telur yang berfungsi sebagai
pengemulsi sekaligus pengenyal produk kamaboko yang akan dihasilkan. Sifat
putih telur yang elastis jika terkena panas dimanfaatkan untuk proses
pengolahan ini.
Proses pengolahan kamaboko diawali dengan dressing yaitu pemisahan bagian bukan
daging, dalam hal ini cumi dibersihkan dari kulit, lendir, tinta dan rangka
dalam ikan cumi. Proses ini bertujuan untuk membersihkan daging yang akan
digunakan serta mendapatkan daging ikan cumi atau disebut dengan edible portion.
Selanjutnya
dilakukan proses pencucian ikan cumi dengan menggunakan air es sebanyak 2 - 3
kali, karena bila menggunakan air dengan suhu kamar maka
akan merusak tekstur (akibat denaturasi atau kerusakan protein) dan mempercepat
degradasi lemak. Pencucian dengan air es ini
bertujuan untuk mempertahankan protein miofibril yang sedikit larut dalam air
pada pH netral tetapi larut dalam larutan garam kuat (NaCl, KCl) pada
konsentrasi 0,4 M.
Pencucian dilakukan untuk mengeluarkan
garam anorganik, protein yang larut dalam air, pigmen dan kontaminasi visceral,
bakteri dan produk yang tidak hancur. Pencucian merupakan tahap yang penting
dalam memproduksi kamaboko. (Winarno, 1993).
Pencucian dengan air
sangat diperlukan dalam pembuatan kamaboko, karena dapat menunjang kemampuan
dalam pembentukan gel dan dapat mencegah denaturasi protein. Pencucian yang
berulang-ulang akan meningkatkan sifat hidrolik daging ikan. Selama pencucian,
daging ikan dibersihkan dari darah, pigmen, lemak, lendir dan protein yang
larut dalam air. Cara ini membuat warna dan bau daging menjadi lebih baik,
disamping itu aktomiosinnya terikat sehingga dapat memperbaiki sifat
elastisitas produk yang dihasilkan (Fardiaz, 1985).
Setelah itu cumi yang
sudah dibersihkan direndam dengan air garam. Perendaman dengan menggunakan air
garam bertujuan untuk mencegah denaturasi protein, atau dengan kata lain
larutan garam merupakan bahan anti denaturasi, selain itu juga berfungsi
sebagai bahan pengikat. Daya ikat dari bahan tambahan yang digunakan pada
pengolahan kamaboko akan mempengaruhi kualitas tekstur produk akhirnya
(kamaboko). Untuk memperbaiki tekstur, secara umum, hal yang pertama kali
dilakukan ialah proses perendaman dengan menambahkan garam, setelah itu
campuran tersebut dihancurkan agar protein myofibrillar terlarut. Kemudian,
untuk meningkatkan tekstur maka ditambahkan
pati dan atau putih telur pada setengah periode (waktu) penghancuran,
baru kemudian proses penghancuran dilanjutkan kembali. Hal ini juga dapat
mempengaruhi flavour (rasa) pada produk akhir kamaboko.
Perendaman menggunakan
air larutan garam (NaCl) dilakukan setelah pencucian, dengan kandungan garam
sebanyak 0,01 sampai 0,3%, hal ini ditujukan utnuk memudahkan pembuangan air
dari daging ikan, dan untuk menghindari pengembangan daging ikan karena
menyerap air (Anonim, 2010).
Garam pada konsentrasi
yang cukup dapat berfungsi sebagai pengawet atau penghambat pertumbuhan
mikroba, dan penambahan aroma, cita rasa atau flavour. Garam (NaCl) bisa
berfungsi melarutkan atau mengeluarkan miosin dan aktin dari serat-serat
daging, dimana miosin merupakan emulsifier utama dan dapat mempertinggi daya
ikat antar partikel (Desrosier, 1988).
Air
rendaman harus dibuang terlebih dahulu sebelum dilakukan penggilingan atau
penghancuran. Alat penggiling yang dipakai adalah tipe penggiling dingin, agar dapat
mempertahankan mutu kamaboko (mencegah terjadinya denaturasi protein).
Ditambahkan bahan krioprotein atau bahan
anti denaturasi protein pada saat penggilingan yaitu sukrosa, dan bahan
pengikat (pati). Pembentukan gel ikan saat penggilingan daging mentah dengan
penambahan garam, aktimiosin sebagai komponen yang paling penting dalam
pembentukan gel, akan larut dalam larutan garam dan membentuk sol (dispersi
partikel padat dalam medium cair). Faktor yang mempengaruhi kekuatan gel
kamaboko adalah jenis ikan, kandungan air surimi, keadaan biokimia otot saat
post mortem, konsentrasi garam yang ditambahkan, lama penggilingan, pH, dan
derajat keasaman (Tanikawa dalam susanto, 2002).
Adonan kamaboko siap
dicetak dan dikukus selama 5 - 15 menit setelah penggilingan dan pencampuran
dengan bumbu dan bahan tambahan lainnya. Pencetakan adonan kamaboko harus
segera mungkin dilakukan untuk menghindari terbentuknya gel suwari. Adonan yang
sudah membentuk gel akan sulit dicetak.
Meskipun semua jenis ikan
dapat diolah menjadi kamaboko, tetapi ada beberapa syarat bahan mentah (ikan)
yang disarankan, yaitu hidup diperairan dingin, ikan demersal lebih baik
digunakan, dan ikan air tawar pada umumnya tidak sesuai untuk dibuat
kamaboko. Selain itu makin segar ikan
yang digunakan, elastisitas teksturnya makin tinggi. Untuk ikan yang mempunyai
elastisitas yang rendah dapat ditingkatkan elastisitasnya dengan menambahkan
daging ikan dari spesies yang lain, dan dilakukan penambahan gula, pati atau
protein nabati. Untuk memperbaiki elastisitas kamaboko biasanya digunakan ikan
cumi-cumi. pH ikan yang terbaik untuk kamaboko adalah 6.5 – 7.0 dan sebaiknya
ikan tersebut berlemak rendah. Untuk ikan yang berlemak tinggi seperti lemuru,
lemak tersebut harus diekstrak atau dikeluarkan lebih dulu. Lemak akan berpengaruh
terhadap daya gelatinisasi dan menyebabkan produk mudah tengik (Faisal, 2011).
Kamaboko merupakan produk
hasil olahan daging ikan yang berbentuk gel protein yang homogen dan berwarna
putih, bersifat kenyal dan elastis. Produk ini berasal dari Jepang. Di
Indonesia produk semacam kamaboko yaitu otak-otak dan pempek (Anjarsari, 2010).
Kamaboko terbuat dari daging
ikan giling sebagai bahan baku utama ditambah dengan bahan-bahan tambahan
seperti pati untuk pengental, gula, garam serta natrium glutamat sebagai
penambah citarasa. Adonan ini kemudian dimasak dengan cara dikukus, dipanggang,
direbus ataupun digoreng (Anjarsari, 2010)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas hasil produksi kamaboko, antara lain sebagai berikut :
Ø Tingkat
elastisitas.
Tekstur
elastis pada produk kamaboko sangat mempengaruhi penampilan (kilap), cita rasa,
dan daya tahan produk.
Ø Tingkat
kesegaran ikan.
Ikan
dengan tingkat kesegaran prima akan menghasilkan produk dengan cita rasa yang
baik pula
Ø Cita
rasa.
Cita
rasa produk dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya jenis ikan (kandungan
protein), tingkat kesegaran, bumbu yang diberikan, serta komposisi bahan.
Ø Kadar
garam.
Kadar
garam pada produk kamaboko berkisar antara 2,5 - 3,5%. Kadar garam yang terlalu
rendah akan menghasilkan kamaboko dengan tekstur kurang baik. Bila terlalu
tinggi, rasanya terlalu asin.
Ø Daya
tahan.
Produk
kamaboko yang dapat disimpan dalam waktu lama akan lebih menarik. Untuk itu,
perlu disimpan pada suhu rendah.
Mekanisme terbentuknya gel pada kamaboko
yaitu pada saat proses pemanasan menyebabkan terjadinya pembentukan gel, saat
pemanasan adonan (sol aktomiosin) akan berubah menjadi gel suwari. Selajutnya
pada suhu 60oC terjadi pelunakkan gel (madoni) dan pada suhu diatas
70oC terbentuk gel kamaboko (ashi) yang kenyal dan elastis.
Pemanasan dapat dilakukan dengan cara perebusan, pengukusan, penggorengan dan
pemanggangan ( Anjarsari, 2010 ).
Macam-macam kamaboko terbagi menjadi
3 macam, yaitu :
ü Itatsuki kamabako, merupakan kamabako yang dicetak
pada potongan kayu kecil sehingga menghasilkan bentuk lempengan (slab),
dipanaskan dengan cara pengukusan atau pemanggangan. Waktu
pemanasan tergantung pada ukuranya, biasanya 80 -
90 menit
untuk ukuran besar, dan 20
- 30 menit untuk ukuran yang kecil.
ü Fried
kamabako, adalah pasta daging yang dicampur dengan variasi bahan tambahan,
dibentuk dan digoreng dalam minyak kedelai. Jenis ini biasanya disebut
satsumanage atau tempura. Bahan yang digunakan pada kamabako jenis ini mutunya
lebih rendah dibandingkan bahan untuk itatsuki.
ü Chikuwa adalah kamabako yang dibuat pada
cetakan yang berbentuk tabung, pembentukanya biasanya otomtis oleh mesin dan
dimasak dengan cara dipanggang. Keistimewaan chikuwa adalah produknya bewarna
putih disebelah dalam dan coklat keemasan disebelah luar atau permukaanya. Mutu
bahan baku untuk kamabako jenis ini juga lebih rendah dibandingkan dengan
itatsuki.
Berdasarkan SNI kamaboko yang dibuat belum memenuhi syarat sebab dari segi warna yang dihasilkan berwarna coklat kemerah-merahan.
Berdasarkan sifat organoleptik
kamaboko mempunyai warna coklat
kemerah-merahan, rasa asin, gurih serta rasa cumi aroma khas cumi, tekstur
kenyal dan kenampakan padat.
CPP dalam pembuatan kamaboko diantarana adalah
pada tahap dressing, pencucian,
perendaman dengan larutan garam serta pencetakan, dimana pada saat dressing jika kulit cumi tidak
terkelupas kamaboko tidak akan berwarna putih, penggunaan garam yang terlalu banyak akan menimbulkan rasa asin yang
berlebihan dan dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein. Penggunaan
garam yang terlalu sedikit juga akan menyebabkan tekstur kamaboko yang
dihasilkan kurang baik akibat tekstur protein aktomiosin yang kurang sempurna. Pencetakan adonan kamaboko
harus segera dilakukan untuk menghindari terbentuknya gel suwari. Adonan yang
sudah membentuk gel akan sulit dicetak.
0 komentar:
Posting Komentar