LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PENGERINGAN DAN
PENEPUNGAN
FOAMING BUAH NAGA
MERAH
(Hylocereus polyrhizus)
Oleh
Nama : Ernalia Rosita
NRP :
133020175
LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016
TUJUAN
PERCOBAAN
Tujuan
percobaan foaming adalah untuk mengetahui cara pembuatan foaming sebagai
diversifikasi produk dan meningkatkan nilai ekonomis.
PRINSIP
PERCOBAAN
Prinsip
percobaan foaming adalah berdasarkan proses pencampuran sari buah dengan bahan
tambahan berupa albumin yang telah dikocok sebelumnya sehingga membentuk
buih-buih lalu dilakukan pengeringan dan hasilnya digiling hingga membentuk
serbuk.
DIAGRAM ALIR
HASIL
PENGAMATAN
Tabel
1. Hasil Pengamatan Foaming
Keterangan
|
Hasil Pengamatan
|
|
Basis
|
75 gram
|
|
Bahan Utama
|
Albumin
(7,5 gram)
|
|
Bahan Tambahan
|
1. Bubur
buah naga (55,5 gram)
2. Dekstrin
(11,25 gram)
3. CMC
(0,75 gram)
|
|
Berat Produk
|
18
gram
|
|
% Produk
|
98,36 %
|
|
Organoleptik
1. Warna
2. Rasa
3. Aroma
4. Tekstur
5. Kenampakan
|
Halus
|
Kasar
|
Ungu
|
Ungu
Tua
|
|
Hambar
|
Hambar
|
|
Khas
buah naga
|
Khas
buah naga
|
|
Halus
|
Kasar
|
|
Menarik
|
Tidak
menarik
|
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan foaming buah naga dapat
diketahui bahwa berat produk sebesar 18 gram, % produk sebesar 98,36%, lost produk sebesar 0,3 gram dan % lost
produk sebanyak 1, 63%. Foaming tersebut dibuat dari penambahan bubur buah naga
sebanyak 55,5 gram, dekstrin sebanyak 11,25 gram, CMC sebanyak 0,75 gram dan
albumin sebanyak 7,5 gram.
Fungsi perlakuan pada pembuatan
foaming buah naga adalah awalnya buah ditrimming untuk memisahkan antara bagian
buah yang dapat diproses selanjutnya dan kulit. Buah yang telah ditrimming
kemudian dipotong/diambil untuk ditimbang supaya berat yang akan dipakai untuk
foaming sesuai. Setelah buah dipotong dan ditimbang maka buah selanjutnya
dihancurkan supaya memudahkan dalam proses pencampuran. Albumin dan dekstrin
dimixer supaya dapat tercampur dan terbentuk buih-buih untuk foaming sedangkan
buah yang telah dihancurkan dicampurkan dengan CMC. Proses selanjutnya adalah
pencampuran yang berguna untuk mencampurkan semua bahan diantaranya albumin,
dekstrin, CMC dan bubur buah kemudian dilakukan pengocokan menggunakan mixer
selama 15 menit agar semua bahan dapat tercampur dengan sempurna. Setelah
dikocok selanjutnya campuran untuk foaming diratakan dalam tray untuk proses
pengeringan. Selanjutnya dilakukan pengeringan untuk mengurangi kadar air dan
mengeringkan bahan sehingga berbentuk flakes yang selanjutnya dilakukan
penimbangan untuk mengetahui berat keringnya. Flakes buah naga yang telah
dikeringkan kemudian dilakukan peenggilingan untuk dibuat serbuk dan dilakukan pengayakan
untuk memisahkan tepung yang kasar dan tepung yang halus.
Fungsi bahan yang digunakan dalam
pembuatan foaming adalah albumin yaitu untuk membentuk buih, dekstrin untuk
mengikat albumin dan menambah volume foam, dan CMC sebagai penstabil dan pengemulsi.
Pembuih
(Foaming agent) adalah bahan tambahan
pangan untuk membentuk atau memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam
pangan berbentuk cair atau padat (PerKBPOM, 2013).
Macam-macam
foaming
agent sebagai BTP yang diijinkan diantaranya gom xanthan, selulosa mikrokristalin dan etil metil selulosa.
Daya
dan kestabilan buih putih telur dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
yaitu umur telur, pengocokan dan penambahan bahan-bahan kimia atau stabilisator
(Stadelman dan Cotterill, 1995), konsentrasi protein, komposisi protein, pH,
pemanasan, adanya garam dan komposisi fase cair yang mungkin mengubah
konfigurasi dan stabilitas molekul protein (Alleoni dan Antunes, 2004).
1. Umur Telur
Telur akan mengalami beberapa perubahan selama
penyimpanan antara lain penguapan karbondioksida dan air, perubahan pH serta
perubahan struktur serabut protein. Penyimpanan telur pada suhu ruang selama
dua minggu berakibat pada peningkatan pH dari putih telur. Semakin meningkat
umur telur, maka stabilitas buih putih telur semakin menurun (Romanoff dan
Romanoff, 1963). Penyimpanan telur selama 5 dan 10 hari, hasil dari penelitian
Silversides dan Budgell (2004) menyebabkan penurunan bobot telur dan tinggi
putih telur, tetapi meningkatkan pH putih telur dan volume buih putih telur.
Menurut Rosidah (2006), telur itik Tegal segar mempunyai rata-rata daya buih
sebesar 388% sedangkan telur itik Tegal umur 42 hari akan menghasilkan daya
buih dengan rata-rata sebesar 285% .
2. Pengaruh
pH
Telur yang baru dihasilkan
mempunyai pH antara 7,6 dan 8,5. Penyimpanan akan meningkatkan pH telur menjadi
9,7. Peningkatan pH disebabkan karena penguapan CO2 dari dalam telur melalui
pori-pori kerabang. Menurut Hawthorne (1955) yang dikutip Stadelman dan
Cotterill (1995) pada saat pH meningkat sekitar 9 terjadi interaksi antara
ovomucin dan lisozyme yang menyebabkan putih telur menjadi encer. Putih telur
yang encer akan lebih mudah menangkap udara dari pada putih telur kental.
Peningkatan pH putih telur akan memperbesar volume buih. Volume buih tertinggi
terjadi pada pH sekitar 8,0 dan kestabilan buih yang tinggi pada pH kurang dari
8,0 (Stadelman dan Cotterill, 1995). Penampilan kue yang baik dicerminkan dari
volume kue dan waktu pengocokan yang lebih baik yang akan dicapai pada saat pH
putih telur mencapai 8,75. Hal ini tidak berlaku untuk tingkat pH diatas dan
dibawah 8,75. Peningkatan pH putih telur hingga mencapai 9,0 akan memecah
protein globulin putih telur, sehingga akan menurunkan kemampuan putih telur untuk
mengikat udara dalam pembentukan buih (Seideman et al., 1963).
Suhu
optimum untuk foaming adalah pada suhu ruang yaitu pada suhu 20°C-28°C karena
pada suhu itu buih akan mudah dihasilkan daripada pada suhu yang lebih rendah
atau lebih tinggi.
Kelebihan
proses foaming adalah mempermudah proses penepungan dengan volume yang baik dan
besar sehingga adonan bersifat lebih stabil. Kelemahannya adalah dikhawatirkan
adanya bau anyir telur yang tidak sedap jika proses pengeringan tidak baik.
Buah
yang baik untuk foaming adalah buah yang berdaging, buah yang dapat digunakan
dagingnya atau sarinya, buah yang tidak memiliki banyak serat yang akan
mempengaruhi hasil serbuk foaming, dan buah yang tidak memiliki kandungan air
yang sangat tinggi.
Foaming
buah naga yang dibuat di laboratorium memiliki % produk yang tinggi yaitu 98,
63% dengan bentuk serbuk yang diayak menggunakan ayakan biasa di laboratorium.
Praktikan belum dapat menemukan SNI dari foaming buah naga sehingga belum bisa
membandingkan antara foaming buah naga di laboratorium dengan foaming buah naga
menurut SNI. Foaming dapat dikonsumsi sebagai minuman serbuk, oleh sebab itu
foaming buah naga dapat dibandingkan dengan SNI minuman serbuk. Menurut SNI
minuman serbuk No. 4320-1996 dikatakan bahwa keadaan minuman serbuk dari warna,
bau dan rasa harus normal. Dari hasil pembuatan foaming buah naga di
laboratorium, didapatkan hasil warna foaming buah naga normal yaitu berwarna ungu, baunya normal dan rasanya normal pula.
CCP pada
proses pembuatan foaming buah naga diantaranya adalah pada proses penghancuran,
buah harus dihancurkan secara merata sehingga tidak ada buah yang tidak
terhancurkan karena dapat mempengaruhi kehalusan hasil produk. Pada proses
pembuihan, pengocokan putih telur harus dilakukan dengan benar agar terbentuk
busa yang stabil dan jika dibalikan tidak tumpah agar hasil foamingnya bagus.
Pencampuran dekstrin dengan putih telur juga harus diperhatikan supaya
tercampur merata dan tidak ada gumpalan-gumpalan dekstrin yang belum tercampur.
Pencampuran buah naga dengan CMC juga harus dilakukan secara merata sampai
tercampur sempurna. Karena bila CMC belum larut dan masih dalam bentuk
butiran-butiran kasar maka akan memperlama proses pengeringan dan mempengaruhi
hasil. Pada saat pengeringan, suhu harus sangat diperhatikan agar tidak terjadi
kerusakan nutrisi yang ada pada campuran.
0 komentar:
Posting Komentar