Minggu, 12 Februari 2017

LAPORAN PRAKTIKUM KAMABOKO


RESUME PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN IKAN


KAMABOKO



Oleh
Nama                                           : Ernalia Rosita
NRP                                             : 133020175



LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016



TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk diversifikasi produk olahan ikan, menambah nilai ekonomis dari produk dan untuk mengetahui proses pembuatan kamaboko.

PRINSIP PERCOBAAN
Prinsip dari percobaan ini yaitu berdasarkan proses pengikatan bahan dengan pati dan terjadi proses gelatinisasi sehingga produk bersifat kenyal.



DIAGRAM ALIR

HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Kamaboko
Keterangan
Hasil Pengamatan
Basis
200 gram
Bahan Utama
1.      Cumi = 81,30 %
2.      Tapioka = 9 %
Bahan Tambahan
3.      Putih telur = 3 %
4.      Bawang merah = 1,50 %
5.      Bawang putih = 2 %
6.      Margarin = 1,3 %
7.      Garam = 0,5 %
Berat Produk
187 gram
% Produk
93,5 %
Organoleptik
      1.      Warna
      2.      Rasa
      3.      Aroma
      4.      Tekstur
      5.      Kenampakan

Kuning Kecoklatan
Gurih
Khas cumi
Lembut
Menarik
Gambar Produk



(Sumber: Ernalia Rosita, Meja 3, Kelompok G, 2016) 

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan kamaboko dapat diketahui bahwa kamaboko tersebut memiliki berat produk 187 gram, % produk sebesar 93,5 %. Kamaboko yang dihasilkan memiliki kuning kecoklatan, rasanya gurih, aromanya khas cumi, teksturnya lembut serta kenampakan yang menarik.
Fungsi bahan dalam pembuatan kamaboko diantaranya ikan cumi yang yang digunakan merupakan bahan baku utama dalam pembuatan kamaboko. Ikan cumi dipilih karena mempunyai elastisitas yang tinggi dibandingkan dengan ikan jenis laut lainnya. Penggunaan pati dalam hal ini tapioka akan membuat teksturnya menjadi kenyal akibat adanya proses gelatinisasi terhadap produk kamaboko. Penambahan tapioka berfungsi sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi. Penambahan bahan ini bertujuan untuk memberikan elastisitas dari produk akhir, di samping itu berfungsi untuk mengikat air, memberikan warna dan membentuk tekstur yang padat. Pati bersifat sukar larut dalam air dingin, karena jaringan molekulnya terikat dengan hidrogen yang banyak, tetapi apabila dipanaskan terjadi peningkatan kekentalan dan terbentuklah pasta pati. Apabila konsentrasi pati dalam suspensi pati ditingkatkan dan kemudian dipanaskan maka akan terbentuk gel pati. Proses pembentukan gel dari suspensi pati ini disebut dengan gelatinisasi pati. Molekul pati terutama berperan dalam proses pembentukan gel adalah amilosa. Rantai tak bercabang dari amilosa memudahkan molekul amilosa untuk membentuk jaringan tiga dimensi molekul ikatan hidrogen yang terbentuk (Anjarsari, 2010).
Bahan-bahan lain seperti bawang putih, bawang merah, gula, garam dan merica merupakan bahan tambahan yang akan menghasilkan cita rasa pada produk kamaboko.
Garam dapur yang ditambahkan adalah 2 - 3,5% dari berat daging ikan. Penggunaan garam yang terlalu banyak akan menimbulkan rasa asin yang berlebihan dan dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein. Penggunaan garam yang terlalu sedikit juga akan menyebabkan tekstur kamaboko yang dihasilkan kurang baik akibat tekstur protein aktomiosin yang kurang sempurna (Anjarsari, 2010).
Penambahan margarine pada pengolahan dimaksudkan sebagai bahan yang membantu meningkatkan nilai gizi pada produk. Selain itu, ditambahkan juga putih telur yang berfungsi sebagai pengemulsi sekaligus pengenyal produk kamaboko yang akan dihasilkan. Sifat putih telur yang elastis jika terkena panas dimanfaatkan untuk proses pengolahan ini.
          Proses pengolahan kamaboko diawali dengan dressing yaitu pemisahan bagian bukan daging, dalam hal ini cumi dibersihkan dari kulit, lendir, tinta dan rangka dalam ikan cumi. Proses ini bertujuan untuk membersihkan daging yang akan digunakan serta mendapatkan daging ikan cumi atau disebut dengan edible portion.
Selanjutnya dilakukan proses pencucian ikan cumi dengan menggunakan air es sebanyak 2 - 3 kali, karena bila menggunakan air dengan suhu kamar maka akan merusak tekstur (akibat denaturasi atau kerusakan protein) dan mempercepat degradasi lemak. Pencucian dengan air es ini bertujuan untuk mempertahankan protein miofibril yang sedikit larut dalam air pada pH netral tetapi larut dalam larutan garam kuat (NaCl, KCl) pada konsentrasi 0,4 M.
Pencucian dilakukan untuk mengeluarkan garam anorganik, protein yang larut dalam air, pigmen dan kontaminasi visceral, bakteri dan produk yang tidak hancur. Pencucian merupakan tahap yang penting dalam memproduksi kamaboko. (Winarno, 1993).
Pencucian dengan air sangat diperlukan dalam pembuatan kamaboko, karena dapat menunjang kemampuan dalam pembentukan gel dan dapat mencegah denaturasi protein. Pencucian yang berulang-ulang akan meningkatkan sifat hidrolik daging ikan. Selama pencucian, daging ikan dibersihkan dari darah, pigmen, lemak, lendir dan protein yang larut dalam air. Cara ini membuat warna dan bau daging menjadi lebih baik, disamping itu aktomiosinnya terikat sehingga dapat memperbaiki sifat elastisitas produk yang dihasilkan (Fardiaz, 1985).
Setelah itu cumi yang sudah dibersihkan direndam dengan air garam. Perendaman dengan menggunakan air garam bertujuan untuk mencegah denaturasi protein, atau dengan kata lain larutan garam merupakan bahan anti denaturasi, selain itu juga berfungsi sebagai bahan pengikat. Daya ikat dari bahan tambahan yang digunakan pada pengolahan kamaboko akan mempengaruhi kualitas tekstur produk akhirnya (kamaboko). Untuk memperbaiki tekstur, secara umum, hal yang pertama kali dilakukan ialah proses perendaman dengan menambahkan garam, setelah itu campuran tersebut dihancurkan agar protein myofibrillar terlarut. Kemudian, untuk meningkatkan tekstur maka ditambahkan  pati dan atau putih telur pada setengah periode (waktu) penghancuran, baru kemudian proses penghancuran dilanjutkan kembali. Hal ini juga dapat mempengaruhi flavour (rasa) pada produk akhir kamaboko.
Perendaman menggunakan air larutan garam (NaCl) dilakukan setelah pencucian, dengan kandungan garam sebanyak 0,01 sampai 0,3%, hal ini ditujukan utnuk memudahkan pembuangan air dari daging ikan, dan untuk menghindari pengembangan daging ikan karena menyerap air (Anonim, 2010).
Garam pada konsentrasi yang cukup dapat berfungsi sebagai pengawet atau penghambat pertumbuhan mikroba, dan penambahan aroma, cita rasa atau flavour. Garam (NaCl) bisa berfungsi melarutkan atau mengeluarkan miosin dan aktin dari serat-serat daging, dimana miosin merupakan emulsifier utama dan dapat mempertinggi daya ikat antar partikel (Desrosier, 1988).
Air rendaman harus dibuang terlebih dahulu sebelum dilakukan penggilingan atau penghancuran. Alat penggiling yang dipakai adalah  tipe penggiling dingin, agar dapat mempertahankan mutu kamaboko (mencegah terjadinya denaturasi protein). Ditambahkan bahan  krioprotein atau bahan anti denaturasi protein pada saat penggilingan yaitu sukrosa, dan bahan pengikat (pati). Pembentukan gel ikan saat penggilingan daging mentah dengan penambahan garam, aktimiosin sebagai komponen yang paling penting dalam pembentukan gel, akan larut dalam larutan garam dan membentuk sol (dispersi partikel padat dalam medium cair). Faktor yang mempengaruhi kekuatan gel kamaboko adalah jenis ikan, kandungan air surimi, keadaan biokimia otot saat post mortem, konsentrasi garam yang ditambahkan, lama penggilingan, pH, dan derajat keasaman (Tanikawa dalam susanto, 2002).
Adonan kamaboko siap dicetak dan dikukus selama 5 - 15 menit setelah penggilingan dan pencampuran dengan bumbu dan bahan tambahan lainnya. Pencetakan adonan kamaboko harus segera mungkin dilakukan untuk menghindari terbentuknya gel suwari. Adonan yang sudah membentuk gel akan sulit dicetak.
Meskipun semua jenis ikan dapat diolah menjadi kamaboko, tetapi ada beberapa syarat bahan mentah (ikan) yang disarankan, yaitu hidup diperairan dingin, ikan demersal lebih baik digunakan, dan ikan air tawar pada umumnya tidak sesuai untuk dibuat kamaboko.  Selain itu makin segar ikan yang digunakan, elastisitas teksturnya makin tinggi. Untuk ikan yang mempunyai elastisitas yang rendah dapat ditingkatkan elastisitasnya dengan menambahkan daging ikan dari spesies yang lain, dan dilakukan penambahan gula, pati atau protein nabati. Untuk memperbaiki elastisitas kamaboko biasanya digunakan ikan cumi-cumi. pH ikan yang terbaik untuk kamaboko adalah 6.5 – 7.0 dan sebaiknya ikan tersebut berlemak rendah. Untuk ikan yang berlemak tinggi seperti lemuru, lemak tersebut harus diekstrak atau dikeluarkan lebih dulu. Lemak akan berpengaruh terhadap daya gelatinisasi dan menyebabkan produk mudah  tengik (Faisal, 2011).
Kamaboko merupakan produk hasil olahan daging ikan yang berbentuk gel protein yang homogen dan berwarna putih, bersifat kenyal dan elastis. Produk ini berasal dari Jepang. Di Indonesia produk semacam kamaboko yaitu otak-otak dan pempek (Anjarsari, 2010).
Kamaboko terbuat dari daging ikan giling sebagai bahan baku utama ditambah dengan bahan-bahan tambahan seperti pati untuk pengental, gula, garam serta natrium glutamat sebagai penambah citarasa. Adonan ini kemudian dimasak dengan cara dikukus, dipanggang, direbus ataupun digoreng (Anjarsari, 2010)
          Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil produksi kamaboko, antara lain sebagai berikut :
Ø  Tingkat elastisitas.
Tekstur elastis pada produk kamaboko sangat mempengaruhi penampilan (kilap), cita rasa, dan daya tahan produk.
Ø  Tingkat kesegaran ikan.
Ikan dengan tingkat kesegaran prima akan menghasilkan produk dengan cita rasa yang baik pula
Ø  Cita rasa.
Cita rasa produk dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya jenis ikan (kandungan protein), tingkat kesegaran, bumbu yang diberikan, serta komposisi bahan.
Ø  Kadar garam.
Kadar garam pada produk kamaboko berkisar antara 2,5 - 3,5%. Kadar garam yang terlalu rendah akan menghasilkan kamaboko dengan tekstur kurang baik. Bila terlalu tinggi, rasanya terlalu asin.
Ø  Daya tahan.
Produk kamaboko yang dapat disimpan dalam waktu lama akan lebih menarik. Untuk itu, perlu disimpan pada suhu rendah.
          Mekanisme terbentuknya gel pada kamaboko yaitu pada saat proses pemanasan menyebabkan terjadinya pembentukan gel, saat pemanasan adonan (sol aktomiosin) akan berubah menjadi gel suwari. Selajutnya pada suhu 60oC terjadi pelunakkan gel (madoni) dan pada suhu diatas 70oC terbentuk gel kamaboko (ashi) yang kenyal dan elastis. Pemanasan dapat dilakukan dengan cara perebusan, pengukusan, penggorengan dan pemanggangan ( Anjarsari, 2010 ).
Macam-macam kamaboko terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
ü  Itatsuki kamabako, merupakan kamabako yang dicetak pada potongan kayu kecil sehingga menghasilkan bentuk lempengan (slab), dipanaskan dengan cara pengukusan atau pemanggangan. Waktu pemanasan tergantung pada ukuranya, biasanya 80 - 90 menit untuk ukuran besar, dan 20 - 30 menit untuk ukuran yang kecil.
ü  Fried kamabako, adalah pasta daging yang dicampur dengan variasi bahan tambahan, dibentuk dan digoreng dalam minyak kedelai. Jenis ini biasanya disebut satsumanage atau tempura. Bahan yang digunakan pada kamabako jenis ini mutunya lebih rendah dibandingkan bahan untuk itatsuki.
ü  Chikuwa adalah kamabako yang dibuat pada cetakan yang berbentuk tabung, pembentukanya biasanya otomtis oleh mesin dan dimasak dengan cara dipanggang. Keistimewaan chikuwa adalah produknya bewarna putih disebelah dalam dan coklat keemasan disebelah luar atau permukaanya. Mutu bahan baku untuk kamabako jenis ini juga lebih rendah dibandingkan dengan itatsuki.
Berdasarkan SNI kamaboko yang dibuat belum memenuhi syarat sebab dari segi warna yang dihasilkan berwarna coklat kemerah-merahan. Berdasarkan sifat organoleptik kamaboko mempunyai warna coklat kemerah-merahan, rasa asin, gurih serta rasa cumi aroma khas cumi, tekstur kenyal dan kenampakan padat.
CPP dalam pembuatan kamaboko diantarana adalah pada tahap dressing, pencucian, perendaman dengan larutan garam serta pencetakan, dimana pada saat dressing jika kulit cumi tidak terkelupas kamaboko tidak akan berwarna putih, penggunaan garam yang terlalu banyak akan menimbulkan rasa asin yang berlebihan dan dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein. Penggunaan garam yang terlalu sedikit juga akan menyebabkan tekstur kamaboko yang dihasilkan kurang baik akibat tekstur protein aktomiosin yang kurang sempurna. Pencetakan adonan kamaboko harus segera dilakukan untuk menghindari terbentuknya gel suwari. Adonan yang sudah membentuk gel akan sulit dicetak. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Corner Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang