Minggu, 12 Februari 2017

LAPORAN PRAKTIKUM SOSIS

RESUME PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN IKAN


SOSIS



Oleh
Nama                                           : Ernalia Rosita
NRP                                             : 133020175




LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG

2016



TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk diversifikasi produk olahan daging, untuk mengawetkan atau meningkatkan daya tahan daging, untuk meningkatkan nilai ekonomis dan juga untuk mengetahui cara pembuatan sosis.
PRINSIP PERCOBAAN
Prinsip dari percobaan ini yaitu berdasarkan proses emulsifikasi yaitu protein yang berfungsi sebagai emulsifier yang dapat mengikat air dan lemak sehingga akan diperoleh emulsi yang stabil. 
DIAGRAM ALIR
HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Sosis
Keterangan
Hasil Pengamatan
Basis
200 gram
Bahan Utama
1.      Daging ayam = 58,7 %
2.      Tapioka = 7,13 %
Bahan Tambahan
1.      Es batu = 10 %
2.      Bawang Putih = 0,91%
3.      Bawang Bombay = 8,96%
4.      Kuning telur = 2,83%
5.      Pala = 0,57%
6.      Skim = 4,7 %
7.      Garam = 0,63 %
8.      Merica = 0,23 %
9.      Minyak sayur = 10 %
10.  STPP = 0,34 %
Berat Produk
134,4 gram
% Produk
67,2 %
Organoleptik
      1.      Warna
      2.      Rasa
      3.      Aroma
      4.      Tekstur
      5.      Kenampakan

Putih
Gurih
Khas sosis ayam
Lembut
Menarik
Gambar Produk
(Sumber: Ernalia Rosita, Meja 3, Kelompok G, 2016)


PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan sosis dapat diketahui bahwa sosis tersebut memiliki berat produk 134,4 gram, % produk sebesar 67,2 %. Sosis yang dihasilkan memiliki warna putih, rasa gurih, aroma khas sosis, teksturnya lembut dan kenampakan yang menarik.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan sosis terdiri dari daging, lemak, bahan pengikat, bahan pengisi, air, garam dapur dan bumbu. Bahan tersebut memiliki beberapa fungsi diantaranya: daging merupakan bahan baku sosis karena daging memiliki daya ikat terhadap air dan daya mengemulsi lemak. Daging yang sangat baik memiliki sifat-sifat tersebut adalah jaringan daging yang melekat pada tulang (daging kerangka) dari hewan. Kepala dan pipi memiliki daya ikat terhadap air dan mengemulsi lemak sedang. Sedangkan jaringan-jaringan seperti bibir, moncong dan kulit memiliki daya yang rendah dan meskipun secara nutrisi dapat diterima, penggunaannya harus dibatasi bila kualitas sosis yang baik hendak diperoleh (Kramlich, 1976).
Garam dapur (NaCl) merupakan bahan penolong dalam proses pembentukan emulsi. Garam mampu memperbaiki sifat-sifat fungsional produk daging dengan cara mengekstrak protein miofibriler dari serabut daging selama proses pengilingan dan pelunak daging. Garam berinteraksi dengan protein daging selama pemanasan, sehingga protein membentuk massa yang kuat, dapat menahan air dan membentuk tekstur yang baik (Anjarsari, 2010).
Tujuan penambahan air dalam pembuatan sosis adalah agar sosis yang dihasilkan tidak terasa kering. Air biasanya ditambahkan dalam bentuk es. Banyaknya air dalam produk akhir adalah 4P+10 = 4 x kadar protein ditambah 10%. Protein, air dan lemak harus merupakan suatu emulsi tiga fase.dalam hal ini lemak merupakan fase diskontinu, dan air merupakan fase kotinu (Anjarsari, 2010).
Putih telur dalam pembuatan sosis yaitu sebagai sumber lemak untuk terbentuknya emulsi. Terbentuknya dispersi lemak dalam air akan membentuk sistem emulsi pada daging atau sosis. Jumlah lemak yang ditambahkan selain untuk membuat emulsi juga, berpengaruh terhadap peningkatan jumlah lemak yaang terkandung dalam sosis (Anjarsari, 2010).
Pada pembuatan sosis menggunakan bahan pengisi dan pengikat seperti tapioka dan STPP. Tujuan penambahan filler dan binder pada produk sosis adalah untuk: (1) meningkatkan stabilitas emulsi, (2) meningkatkan daya ikat produk daging, (3) meningkatkan flavor, (4) mengurangi pengerutan selama pemasakan, (5) meningkatkan karakteristik irisan produk, dan (6) mengurangi biaya formulasi (Anjarsari, 2010).
Menurut Soeparno (1994), fungsi fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Jumlah penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0.5 % (Anonim, 2011 ).
Bumbu –bumbu yng digunakan dalam produk sosis adalah lada, bawang putih dan pala. Pemakaian jumlah dan macam-macam bumbu terlebih dahulu dihaluskan.. berfungsi sebagai penambah cita rasa dalam produk sosis (Anjarsari, 2010).
Penambahan bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukan untuk menambahatau meningkatkan flavor (Soeparno,1994). Selain menambah flavor, dalam beberapa hal bumbu juga bersifat bakteriostatik dan antioksidan (Anonim, 2011 ).
Fungsi perlakuan yang dilakukan dalam pembuatan sosis diantaranya: Mula-mula daging dibersihkan dan digiling dengan penggiling daging. Penggilingan ini dimaksudkan untuk memotong serat-serat daging. Daging giling kemudian.dicampur dengan air es, garam dan bumbu dan diaduk menggunakan alat pengaduk chopper. Pencampuran ini dilakukan pada suhu 4°-8°C. Tujuan utama proses ini adalah untuk mengekstrak protein dari dalam daging. Penggunaan garam, selain untuk rasa iuga berfungsi untuk melarutkan protein yang larut dalam garam. Protein inilah yang nantinya akan berfungsi sebagai pengemulsi alami dalam pembentukan emulsi sosis. Pengadukan diteruskan dengan menambahkan r\lemak. pada pencampuran lemak ini suhu dinaikkan menjadi 10-12°C untuk menambah kelarutan lemak dan mempermudah terbentuknya emulsi (Anjarsari, 2010).
Campuran ini kemudian dimasukkan kedalam tempat pengemulsi (emulsitator) untuk membentuk emulsi yang stabil. Suhu emulsitator berkisar antara 18-20 °C. Emulsi yang sudah terbentuk secara stabil ini kemudian dimasukkan kedalam serongsong dengan menggunakan alat stuffer. Gilingan daging yang telah diberi selongsong ini dimasukkan ke dalam smoke house untuk keperluan pengasapan yang berrangsung berkisar 1-2 jam tujuan pengasapan adalah untuk memperkuat flavor yang dihasilkan. Pengasapan dilakukan pada suhu 60-70°C . Bahan-bahan yang digunakan untuk pengasapan dapat berupa bubuk gergaji kayu. Apabila suhu yang digunakan untuk pengasapan terlalu tinggi, maka sosis yang dihasitkan akan kering dan kurang enak (Hadiwiyoto, 1983).
Tahap akhir adalah perebusan sosis untuk. mendapatkan sosis masak perebusan ini dilakukan secara bertahap untuk menghindarkan pemuaian yang terlalu cepat. pemuaian cepat ini bisa menyebabkan sosis pecah   (Anjarsari, 2010).
Pemilihan daging yang dikehendaki dalam pembuatan sosis adalah daging skeletal yang berlemak rendah. Jaringan ini akan mempengaruhi kelembapan protein, perbandingan lemak daging tidak berdaging dan jumlah pigment selain sifat mengikatnya. Daging yang mempunyai daya ikat yang tinggi adalah jaringan daging skeletal tidak berlemak. Daging dengan daya ikat rendah umumnya mengandung sejumlah besar lemak dan merupakan jaringan non skeletal atau protein halus (Anjarsari, 2010).
Dalam pembuatan sosis, daging tak berlemak dan protein mempunyai arti yang sama. Daging tak berlemak berperan besar dalam menentukan stabilitas emulsi dan sifat fisik produk akhir. Produk daging berperan dalam dua tahap yaitu mengemulsikan lemak dan mengikat. Bila salah satu dari dua hal tersebut tidak dapat dipenuhi, maka emulsi menjadi tidak stabil dan mudah pecah selama pemasakan (Anjarsari, 2010).
Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak. Menurut Kramlich (1971) dalam Fiqhi (2009), sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang digiling dan dibumbui, umumnya dibentuk menjadi bentuk yang simetris (Fiqhi, 2009).
Terdapat tiga jenis casing yang sering digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu alami, kolagen, serta selulosa. Casing alami biasanya terbuat dari usus alami hewan. Casing ini mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Kerugian penggunaan casing ini adalah produk tidak awet. Casing kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar. Keuntungan dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk (Anonim, 2014).
Casing selulosa biasanya berbahan baku pulp. Keuntungan casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Casing selulosa sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan. Saat ini telah dikembangkan poly amid casing, yaitu casing yang terbuat dari plastik. Casing jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas, dan dapat dicetak (Anonim, 2014).
Menurut Kramlich (1971), ada lima macam selongsong yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu: 1) selongsong yang terbuat dari usus  hewan, 2) selongsong yang terbuat dari kolagen, 3) selongsong yang terbuat dari selulosa,4) selongsong yang terbuat dari plastik, 5) selongsong yang terbuat dari logam.

Bahan pengikat (binder) adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya ikat air, daging dan emulsifikasi lemak. Ada dua jenis bahan pengikat alami dari hewan yaitu kasein dan skim, sedangkan yang berasal dari tanaman misalnya pati dari umbi-umbian, tepung terigu dan isolat protein (Marliyati, 1992).
SPI berfungsi sebagai bahan pengikat (binder) bukan bahan pengisi (filler). Bahan pengikat adalah bahan-bahan bukan daging yang ditambahkan dalam produk dengan tujuan untuk meningkatkan stabilitas, menurunkan penyusutan sewaktu pemasakan, memperbaiki sifat irisan, mengikat air, membentuk tekstur, dan memberikan warna yang khas. Terdapat dua macam SPI yang digunakan dalam industri daging olahan yaitu SPI yang berbentuk tepung dan SPI yang berbentuk granular atau butiran. Penggunaan SPI yang berbentuk tepung biasanya langsung dicampurkan dengan bahan emulsi yang lain, sedangkan SPI yang berbentuk granular direndam dalam air terlebih dahulu kemudian baru dicampurkan ke dalam bahan emulsi (Suryanto, 2011).
Klasifikasi sosis terdiri atas sebagai berikut:
          1          Sosis segar, yaitu jenis sosis yang dibuat dari daging yang tidak dimasak, tidak dikuring, umumnya daging babi segar dan terkadang daging sapi. Sosis jenis ini harus disimpan pada refrigator dan dimasak dahulu sebelum dihidangkan.
          2          Sosis asap tidak dimasak, yaitu sosis yang mempunyai karakteristik sama dengan sosis segar, namun sosis ini diselesaikan dengan pengasapan untuk memberikan flavor dan warna yang berbeda, serta harus dimasak dahulu sebelum dikonsumsi.
          3          Sosis masak, yaitu sosis yang dipersiapkan dari satu atau lebih macam-macam daging skeltal atau daging unggas. Bahan-bahan penyusunnya dari by product atau variety meats. Sosis ini biasanya merupakan sosis dengan emulsi yang baik. Frankfurters, Bologna dan liver sausage merupakan contoh sosis ini.
          4          Sosis kering dan semikering, merupakan sosis yang diproduksi melalui proses fermentasi dengan persiapan paling rumit diantara semua jenis sosis. Perhatian penuh sangat dibutuhkan pada setiap tahap proses pembuataannya, dan harus dilakukan selama beberapa bulan di bawah kondisi suhu dan kelembabab yang terkontrol.
          5          Daging spesial, merupakan produk yang dibuat dari daging cacah yang biasanya dimasak atau cendrung dibakat daripada diasap (Nursiam, 2010).
Pada pembuatan sosis terdapat beberapa perubahan yang terjadi di tiap prosesnya. Pada tahap penghancuran terjadi perubahan fisika dimana daging ayam berubah tekstur menjadi daging giling yang halus. Proses ini menggunakan es batu sehingga terjadi perubahan kimia yaitu suhu menjadi dingin agar protein pada daging tidak rusak. Pada proses pencampuran dengan bahan-bahan lain seperti garam terjadi perubahan kimia dimana garam dapat mengekstrak protein sehingga membantu proses emulsi. Penambahan bahan pengisi dan pengikat juga menghasilkan perubahan fisika dimana adonan menjadi kompak. Setelah adonan diisi kedalam casing kemudian dilakukan pengukusan. Pada proses ini terjadi perubahan kimia dimana sosis menjadi matang dan terjadi perubahan biologi yaitu mikroba yang mungkin ada pada bahan dapat mati sehingga memperpanjang umur simpan.
Berdasarkan perbandingan dengan persyaratan mutu sosis menurut SNI, sosis yang didapat di laboratorium memiliki mutu yang sesuai dengan sifat organoleptik yang ada dalam SNI 01-3820-1995 yaitu memiliki rasa, warna, dan bau yang normal.
CCP pada proses pembuatan sosis ini terjadi pada saat pencucian sosis dan proses pengukusan karena pada kedua proses tersebut bertujuan untuk mengurangi serta membunuh mikroorganisme yang mungkin terdapat pada daging ataupun adonan. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Corner Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang