Sabtu, 11 Februari 2017

LAPORAN PRAKTIKUM MIE BASAH

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN
MIE BASAH

Oleh:
                                               Ernalia Rosita
                                                 133020175



 LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016


TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan teknologi pengolahan mie basah yaitu untuk mengetahui proses pembuatan mie basah sebagai diversifikasi produk olahan yang dapat menambah nilai ekonomis.
PRINSIP PERCOBAAN
Prinsip percobaan teknologi pengolahan mie basah yaitu berdasarkan proses pembentukan struktur gluten dari gliadin dan glutenin yang membuat adonan menjadi elastis dan mudah dibentuk.
DIAGRAM ALIR 

HASIL PENGAMATAN  
Tabel 1. Hasil Pengamatan Mie Basah
Keterangan
Hasil
Basis
200 gram
Bahan Utama
Tepung Cakra = 119,8 gram
Bahan Tambahan
Garam = 1,2 gram
Soda kue = 0,5 gram
Telur = 22 gram
Sayuran = 30 gram
Air = 18,5 gram
Berat Produk
360 gram
% Produk
180%
Organoleptik
      1.      Warna
      2.      Rasa
      3.      Aroma
      4.      Tekstur
      5.      Kenampakan

Hijau Muda
Hambar
Khas Caisin
Kenyal
Menarik
Gambar Produk

(Sumber: Ernalia Rosita, Meja 3,  Kelompok G, 2016)

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan mie basah memiliki tekstur yang kenyal, berwarna hijau muda, rasanya hambar, aroma khas caisin dan kenampakannya menarik.  Dari hasil pengamatan didapatkan berat produk sebesar 360 gram dan % produk sebesar 180%.
Fungsi perlakuan pada pembuatan mie basah diantaranya pencampuran dilakukan untuk mencampurkan semua bahan higga kalis. Sortasi sayuran berfungsi untuk memilih bahan yang bagus yang akan diambil, pencucian dengan air bersih berfungsi untuk membersihkan caisin dari kotoran, penimbangan berfungsi untuk menimbang bahan-bahan yang akan digunakan untuk pembuatan mie, blanching berfungsi untuk menginaktifkan enzim yang berperan dalam proses kerusakan bahan pangan, dapat memperbaiki tekstur bahan, memperbaiki warna, mengurangi jumlah mikroorganisme dan dapat mempermudah proses pengolahan selanjutnya. Penipisan dan pembaluran dilakukan untuk mempermudah pembuatan untaian dan membuat adonan tidak lengket. Pembuatan untaian dilakukan untuk membuat untaian dan membentuk untaian-untaian mie yang selanjutya direbus menggunakan air untuk mematangkannya. Penirisan dilakukan mengeluarkan sebagian air atau tirisan air. Glazzing dilakukan untuk membuat mie tidak saling menempel dan diperoleh mie yang terlihat mengkilat dan bertekstur lembut.
Fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mie basah diantaranya adalah tepung terigu pada percobaan ini adalah sebagai bahan baku utama pembuatan roti. Fungsi telur pada percobaan ini adalah sebagai pelembut, pengemulsi, penambah nilai gizi, pembangkit cita rasa. Telur bersifat pengemulsi, karena telur mengandung lechitin sehingga dapat mengemulsi lemak dan protein, lemak dan air. Fungsi garam pada percobaan ini adalah sebagai memberi rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mieserta mengikat air. Garam dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan. Fungsi soda kue pada percobaan ini adalah sebagai pengembang adonan, dimana agar adonan yang telah direbus akan mengembang. Fungsi tepung tapioka pada percobaan ini adalah sebagai pencegah kelengketan antar lembaran mie, sehingga adonan tidak lengket dan menempel sehingga dihasilkan lembaran tipis yang kalis, tidak lengket, dan tidak rapuh. Fungsi minyak sayur pada percobaan ini adalah untuk menghindari kelengketan antara lembaran mie, agar mie tidak saling menempel sehingga diperoleh mie yang terlihat mengkilat dan bertekstur lembut. Fungsi sayuran pada percobaan ini adalah sebagai pewarna alami dimana sayuran yang digunakan adalah kangkung sehingga warna mie menjadi hijau.
Tepung terigu dibuat dari biji gandum-wheat yang dikupas dan dihaluskan. Dibedakan atas kandungan protein (gluten)nya. Gluten ini mempengaruhi hasil olahan, karena itu diperlukan jenis tepung terigu yang sesuai untuk makanan tertentu. Adapun jenis-jenis tepung terigu diantaranya:
1.    Hard Wheat (Terigu protein tinggi)
Tepung terigu ini mempunyai kadar protein yang paling tinggi di antara 3 macam tepung terigu lainnya. Kandungan proteinnya mencapai 11-13%. Jenis tepung ini paling cocok digunakan dalam pembuatan roti. Tepung ini  mempunyai kadar gluten yang tinggi. Fungsi gluten ini sendiri dalam pembuatan roti adalah untuk menahan gas yang dihasilkan dari yeast/gist.
Contoh merk yang beredar dipasar untuk tepung jenis ini adalah Cakra Kembar atau Kereta Kencana, produksi  Bogasari.
2.    Medium Wheat (Terigu protein sedang)
Tepung terigu ini mempunyai kadar protein 9-10%, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tepung terigu jenis hard wheat. Tepung ini cocok dalam pembuatan  aneka cake, bolu dan kue basah lainnya. Dalam pembuatan roti tepung ini kadangkala digunakan sebagai bahan campuran saja. Akan tetapi prosentase penggunaan tepung jenis hard wheatnya  tetap lebih dominan.
Contoh merk yang beredar dipasaran adalah Segitiga Biru dan Gunung Bromo, produksi Bogasari.
3.  Soft Wheat (Terigu protein rendah)
Jenis tepung ini mempunyai kadar protein paling rendah yaitu sekitar 7-8%. Tepung ini cocok untuk pembuatan kue kering. Tidak cocok jika digunakan untuk pembuatan roti.
Contoh merk yang beredar dipasar adalah Kunci Biru dan Roda Biru, produksi Bogasari (Ummi, 2012).
Glazzing adalah proses yang dilakukan dengan menambahkan minyak nabati pada mie yang telah matang yang fungsinya agar mie tidak saling menempel diperoleh mie yang terlihat mengkilat dan bertekstur lembut.
Mie basah adalah mie yang mengalami proses perebusan air mendidih setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar airnya dapat mencapai 52% sehingga daya simpannyarelatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Di Indonesia, mie basah lebih dikenal dengan istilah mie kuning atau mie bakso (Zuhry, 2010).
Mie kering adalah mie mentah yang dikeringkan dengan kadar air antara 8 -10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan menggunakan oven. Karena sifat kering inilah maka mie mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan dalam penanganannya cukup mudah. Mie kering juga ditambahkan dengan telur segar atau tepung telur, sehingga dipasaran mie ini juga dikenal dengan istilah mie telor (Zuhry, 2010).
Mie Instan adalah mie yang telah mengalami proses gelatinisasi, sehingga untuk menghidangkannya cukup dengan di rebus dengan air mendidih, Mie instan biasanya mengacu pada produk-produk yang dikukus dan digoreng dalam minyak (stemed & deep fried). Mie instan juga dikenal dengan nama ramen. Mie ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah menjadi mie segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan. Kadar air mie instan umunya mencapai 5-8% sehingga memiliki daya simpan yang relatif lama (Zuhry, 2010).
   Mekanisme pembentukan gluten dalam pembuatan mie basah adalah gliadin dan glutenin pada tepung jika ditambah air maka akan membentuk adonan dan bila di remas – remas  maka akan membentuk substansi gluten yang lengket dan elastis.
Perubahan fisik yang terjadi selama proses pembuatan mie basah diantaranya terjadi perubahan warna, bentuk, tekstur dan volume. Bahan-bahan yang berbeda-beda jenis dan bentuknya dicampurkan menjadi satu adonan yang kalis, padat dan elastis padahal sifat asli masing-masing bahan tidak kompak, ada yang cair, padat, dll. Pada saat penipisan terjadi perubahan fisik yang asalnya padat dan tebal menjadi tipis. Pada saat pembuatan untaian terjadi perubahan fisik dari yang asalnya menyatu menjadi terpisah sebagai untaian-untaian. Pada saat glazzing tekstur mie yang kenyal dan kenampakannya berubah menjadi mengkilat dan lebih menarik.
Perubahan kimia yang terjadi pada proses pembuatan mie basah yaitu disaat pencampuran dengan penambahan soda kue dimana soda kue mengeluarkan gas (CO2) sehingga kue atau akan mengembang.
Perubahan biologis yang terjadi pada pembuatan mie yaitu pada saat blansing sayuran dimana jumlah mikoorganisme akan berkurang dan terjadi inaktivasi enzim.
Critical Control Point pada pembuatan mie basah ada pada proses pencampuran dimana bahan harus diremas-remas dan dicampurkan dengan benar agar adonan kalis dan tercampur secara meraka. Penipisan adonan diusahakan adonan ditipiskan dengan benar dan tidak ada retakan-retakan atau permukaan yang tidak mulus untuk memudakan proses selanjutnya. Perebusan harus memperhatikan suhu agar mie tidak termasak seluruhnya sehingga teksturnya menjadi terlalu lunak. Pada proses glazzing minyak nabati ditambahkan secukupnya saja agar tidak lengket atau tidak terlalu berlemak secara berlebihan. Proses pengemasan dan penyimpanan dimana jika pada saat pengemasan tidak menggunakan pengemas yang hermetis (kedap udara) rentan sekali dalam terkontaminasi oleh mikroorganisme dan penyimpanan produk yang disembarang tempat akan menyebabkan perubahan fisik akibat kontak langsung dengan lingkungan sekitar.

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Corner Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang