Sabtu, 30 April 2016

UJI PENGARUH SUHU

LAPORAN
PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN
ENZIM II
UJI PENGARUH SUHU

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Praktikum Biokimia Pangan



Oleh :
Nama
: Ernalia Rosita
NRP
: 133020175
Kel/Meja
: G/5
Asisten
: Rini Nurcahyawati S.
Tgl Percobaan
: 06 April 2015
Tgl Pengumpulan
: 10 April 2015

 


LABORATORIUM BIOKIMIA PANGAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG

2015

I PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan, dan (4) Reaksi Percobaan.

1.1  Latar Belakang
            Enzim merupakan suatu substansi yang dihasilkan oleh sel makhluk hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme perantara  dari sel (deMann, 1989).
            Fungsi suatu enzim ialah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, disamping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi (Poedjiadi, 1994).
Tiap enzim mempunyai suhu optimum tertentu. Pada umumnya enzim yang terdapat pada hewan mempunyai suhu optimum antara 40oC-50oC, sedangkan pada tumbuhan antara 50oC-60oC. Sebagian besar enzim terdenaturasi pada suhu di atas 60oC. (Poedjiadi, 1994).
             
1.2  Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi.

1.3  Prinsip Percobaan
Berdasarkan pada semakin tinggi suhu sampai batas optimum maka aktivitas enzim semakin tinggi akan tetapi apabila melewati batas optimum aktivitas enzim menurun.


II METODE PERCOBAAN

            Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Bahan yang Digunakan, (2) Pereaksi yang Digunakan, (3) Alat yang Digunakan, dan (4) Metode Percobaan.

2.1. Bahan yang Digunakan
            Bahan yang digunakan adalah urea, katekol, indikator PP, ekstrak apel dan ekstrak kedelai.

2.2. Pereaksi yang Digunakan
            Pereaksi yang digunakan adalah urea, katekol, dan indikator PP.

2.3. Alat yang Digunakan
            Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, penangas air, freezer, dan pipet tetes.


III HASIL PENGAMATAN

            Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Hasil Pengamatan, dan (2) Pembahasan.

3.1. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Pengaruh Suhu
Suhu
Ekstrak
Substrat
Warna
Hasil I
Hasil II
0⁰C
Apel

Katekol

Coklat pekat
++
++
37⁰C
Coklat pekat
+++
+++
70⁰C
Coklat muda
+
+
0⁰C
Kedelai
Urea
Pink pekat
++
++
37⁰C
Pink pekat
+++
+++
70⁰C
Pink muda
+
+
Sumber: Hasil I    : Ernalia dan Luviana, Kel. G, Meja 5, 2015.
              Hasil II  : Laboratorium Biokimia Pangan, 2015.
Keterangan :
( +++ ) Enzim aktif bekerja
( ++ )    Enzim kurang aktif bekerja
( + )      Enzim tidak aktif bekerja


3.2. Pembahasan
            Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa pada ekstrak apel dengan substrat katekol mempunyai suhu optimum pada suhu 37⁰C sehingga enzim bekerja aktif. Sedangkan dengan suhu 0⁰C enzim kurang aktif bekerja dan pada suhu 70⁰C enzim tidak bekerja. Kemudian, ekstrak kedelai dengan substrat urea mempunyai suhu optimum pada suhu 37⁰C sehingga enzim bekerja aktif. Sedangkan dengan suhu 0⁰C enzim kurang aktif bekerja dan pada suhu 70⁰C enzim tidak bekerja. Hasil pengamatan yang didapat oleh praktikan sama dengan hasil yang dilakukan oleh laboran Laboratorium Biokimia Pangan Universitas Pasundan Bandung.
            Enzim merupakan suatu substansi yang dihasilkan oleh sel makhluk hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme perantara  dari sel (deMann, 1989).
Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi dalam sel maupun diluar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sam pai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, disamping itu mempunyai derajat  kekhasan yang tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktifasi suatu reaksi kimia.  Reaksi kimia ada yang membutuhkan energi (reaksi enderginik) dan ada pula yang menghasilkan energi atau mengeluarkan energi (eksergonik) (Poedjiadi, 1994).
Tiap enzim mempunyai suhu optimum tertentu. Pada umumnya enzim yang terdapat pada hewan mempunyai suhu optimum antara 40oC-50oC, sedangkan pada tumbuhan antara 50oC-60oC. Sebagian besar enzim terdenaturasi pada suhu di atas 60oC. Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang menggunakan katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Karena enzim itu adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya puan akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi. Koefisien suhu suatu reaksi diartikan sebagai kenaikan kecepatan reaksi sebagai akibat kenaikan suhu 10oC. Koefisien suhu ini diberi simbol Q10. Untuk reaksi yang menggunakan enzim, Q10 ini berkisar antara 1,1 hingga 3,0 artinya setiap kenaikan suhu 10oC, kecepatan reaksi mengalami kenaikan 1,1 hingga 3,0 kali. Namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Oleh karena ada dua pengaruh yang berlawanan, maka akan terjadi suatu titik optimum, yaitu suhu yang paling tepat bagi suatu reaksi yang menggunakan enzim tertentu (Poedjiadi, 1994).
Pada umumnya semakin tinggi suhu, semakin naik laju reaksi kimia, baik yang tidak dikatalis maupun yang dikatalis enzim. Tetapi perlu diingat bahwa enzim adalah protein; jadi semakin tinggi suhu proses inaktifasi enzim juga meningkat. Keduanya mempengaruhi laju reaksi enzimatik secara keseluruhan (Winarno, 1992).
Disamping itu, karena enzim itu adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim akan menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun (Poedjiadi, 1994).
Pengaruh suhu terhadap enzim ternyata agak kompleks, misalnya suhu yang terlalu tinggi dapat mempercepat pemecahan atau perusakan enzim; sebaliknya, semakin tinggi suhu (dalam batas tertentu) semakin aktif enzim tersebut. Bila suhu masih naik terus, laju kerusakan enzim akan melampaui reaksi katalisis enzim (Winarno, 1992).
Enzim pada ekstrak pisang dan ekstrak kedelai mempunyai suhu optimal pada suhu kamar kemudian enzim ini mengalami penurunan aktivitas pada suhu yang lebih tinggi. Karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi. Namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi (Poedjiadi, 1994).
Dalam percobaan digunakan suhu yang berbeda-beda yaitu pada suhu 0⁰C, 37⁰C dan 70⁰C. Perbedaan suhu tersebut berfungsi untuk menguji dan mencari suhu optimum dari enzim pada sampel yang diuji. Umumnya beberapa enzim mempunyai suhu optimal pada suhu kamar.
Beberapa enzim dapat terdenaturasi pada suhu pembekuan maupun proses thawing. Banyak enzim menunjukan aktivitas yang nyata pada bahan setengah beku, yaitu yang sebagian telah beku dan sebagian belum membeku (Winarno, 1992).
Selama proses pembekuan, pada bagian yang belum membeku masih terdapat air. Di situlah terjadi pengumpulan dan pengentalan larutan-larutan, sehingga konsentrasi elektrolit meningkat, juga pH berubah, sehingga mengakibatkan terjadinya berbagai pengaruh buruk terhadap bahan makanan beku. Apakah itu mengakibatkan peningkatan atau penurunan keaktifan enzim masih tergantung banyak faktor. Pada umumnya peningkatan konsentrasi larutan dalam air yang belum membeku dapat meningkatkan atau menurunkan keaktifan enzim    (Winarno, 1992).
Beberapa enzim dapat dirusak apabila dibiarkan pada suhu rendah bukan beku (chilling). Keadaan tersebut dikenal dengan nama denaturasi dingin. Hal ini dialami oleh beberapa enzim, misalnya laktosa, dehidrogenase (LDH), katalase, dan glutamat dehidrogenase (Winarno, 1992).
Suatu reaksi kimia dapat dipengaruhi suhu, maka reaksi yang menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi suhu pula. Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Disamping itu, karena enzim adalah protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun. Namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Oleh karena ada dua pengaruh yang berlawanan, maka akan terjadi suatu titik optimum, yaitu    suhu yang paling tepat bagi suatu reaksi yang menggunakan enzim tertentu  (Poedjiadi, 1994).
     Faktor kesalahan yang dapat terjadi pada saat melakukan percobaan adalah kurang bersihnya alat sehingga reaksi enzim dengan substrat tidak terjadi, salah mengamati perubahan warna yang terjadi dan tidak memasukkan indikator PP pada substrat urea sehingga perubahan yang terjadi tidak dapat terlihat.



IV KESIMPULAN DAN SARAN

            Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Kesimpulan dan (2) Saran.

4.1. Kesimpulan
            Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa pada ekstrak apel dengan substrat katekol mempunyai suhu optimum pada suhu 37⁰C sehingga enzim bekerja aktif. Sedangkan dengan suhu 0⁰C enzim kurang aktif bekerja dan pada suhu 70⁰C enzim tidak bekerja. Kemudian, ekstrak kedelai dengan substrat urea mempunyai suhu optimum pada suhu 37⁰C sehingga enzim bekerja aktif. Sedangkan dengan suhu 0⁰C enzim kurang aktif bekerja dan pada suhu 70⁰C enzim tidak bekerja. Hasil pengamatan yang didapat oleh praktikan sama dengan hasil yang dilakukan oleh laboran Laboratorium Biokimia Pangan Universitas Pasundan Bandung.

4.2. Saran
            Saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah sebaiknya praktikan lebih memahami metode percobaan dengan baik dan lebih teliti saat mengamati terjadinya perubahan warna.



DAFTAR PUSTAKA

deMann, John M. 1989. Kimia Makanan. Bandung: Insititut Teknologi Bandung.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.








0 komentar:

Posting Komentar

 

My Corner Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang